Batik Siswa SLB Jadi Cenderamata untuk Konjen Australia

Dikutip dari: RRI | 2025-05-30 | Link Berita

Kunjungan Konsulat Jenderal Australia untuk Bali, Jo Stevens, ke Museum Negeri NTB pada Kamis (29/5/2025) bukan hanya berfokus pada kerja sama diplomatik, namun juga menyoroti nilai-nilai inklusivitas dan pemberdayaan komunitas disabilitas.

Setelah menyimak pemaparan program-program strategis Museum NTB, Konjen Australia diajak berkeliling melihat koleksi budaya dan sejarah yang ditampilkan di ruang pamer. Suasana hangat dan akrab mewarnai kunjungan singkat tersebut, yang kemudian ditutup dengan penyajian minuman tradisional serbat serta dodol nangka khas NTB.

Puncak dari rangkaian kunjungan ini adalah saat Jo Stevens menerima cenderamata spesial berupa kain batik Sekardiyu. Cenderamata ini bukan sekadar simbol budaya, tetapi memiliki makna mendalam—karena merupakan hasil karya siswa-siswi berkebutuhan khusus dari SLB 1 Lombok Barat, yang selama ini bekerja sama dengan Museum NTB dalam program pemberdayaan budaya.

Kepala Museum NTB, Ahmad Nuralam, menjelaskan bahwa batik Sekardiyu merupakan hasil pelatihan batik yang dikembangkan bersama guru-guru SLB, dengan pendekatan seni dan terapi. Program ini menjadi bagian dari strategi besar museum untuk membuka akses budaya kepada seluruh lapisan masyarakat, termasuk anak-anak disabilitas.

“Seni dan budaya adalah ruang yang inklusif. Anak-anak ini punya potensi besar dan harus diberikan ruang untuk mengekspresikan kreativitas mereka,” ungkap Nuralam.

Jo Stevens mengaku terharu dan terinspirasi oleh kisah di balik cenderamata yang ia terima. Ia memuji semangat anak-anak dan guru di SLB 1 Lombok Barat, serta komitmen Museum NTB dalam menghadirkan pendekatan kebudayaan yang memberdayakan dan menyentuh sisi kemanusiaan.

“Inisiatif seperti ini sungguh luar biasa. Ini bukan hanya tentang batik, tetapi tentang memberi ruang kepada semua orang untuk berkontribusi dalam budaya,” ujar Jo Stevens.

Kunjungan ini menegaskan bahwa kerja sama kebudayaan tidak hanya soal pertukaran seni atau sejarah, tapi juga tentang menciptakan ekosistem yang inklusif dan berkelanjutan, di mana setiap individu—termasuk penyandang disabilitas—dapat menjadi bagian aktif dalam pewarisan budaya.